DARI MODAL 100RIBU KINI UNTUNG MILYARAN 26/09/202126/09/2021 MEDIAKAMU.com - Dikutip dari Channel YouTube Christina Lie, Filsa Budi Ambia, pemilik Kampoeng Timoer menceritakan perjalanan hidup dan perjuangannya dari supir truk sampai sukses seperti sekarang. Filsa Budi Ambia merupakan pria asal Banyumas yang sukses berbisnis di Balikpapan. Pria yang akrab disapa Filsa ini sudah punya mimpi jadi pengusaha sejak tamat SMK Bina Teknologi, Purwokerto. Lantaran tak punya modal, Filsa belum bisa mewujudkan mimpinya. Pada 2007, ia diajak kerabatnya hijrah ke Balikpapan, Kalimantan Timur. “Niat saya pindah ke Kalimantan untuk mengubah nasib, terutama dari segi perekonomian,” ujar Filsa. Ketika tiba di Balikpapan, Filsa tak segera mendapat pekerjaan. Tujuh bulan pertama, dia menganggur, selama dua tahun hingga akhirnya Filsa mendapat pekerjaan sebagai supir truk di sebuah perusahaan tambang batu bara selama dua tahun Usaha pertama yang ia jalani ialah mendirikan warung makan. Dengan modal hasil menyisihkan gajinya selama bekerja sebagai supir, Filsa memulai usaha kuliner ayam bakar, ayam goreng, dan lain-lain. Akan tetapi, usaha ini hanya bertahan selama empat bulan mengalami kegagalan. Setelah menikah di tahun yang sama, Filsa kembali merintis usaha di bidang kuliner. Kali ini, Filsa tak perlu keluar modal. Ia bekerjasama dengan seorang partner yang bersedia memodalinya untuk usaha martabak mini. Namun lagi-lagi, usaha itu berjalan sesaat saja. Setelah lima bulan, Filsa dan rekannya harus pecah kongsi. Padahal, ia sempat punya beberapa mitra usaha dari usaha martabak itu. “Ada masalah dengan rekan saya itu. Kami beda visi dan tujuan dalam usaha jadi terpaksa bubar,” kata dia. Dalam kondisi itu, Filsa tetap optimistis usaha martabak mini punya peluang yang bagus untuk dijalankan. Lantas, dengan uang Rp 1,5 juta dari hasil menggadaikan cincin kawin, ia memulai kembali usaha martabak mini. Namun, usaha martabak mini itu juga harus berakhir pahit. Filsa menutup usaha martabak mini tersebut lantaran tertipu investor bodong, investor tersebut membawa kabur uang Filsa sebesar Rp 120 juta. Uang itu ternyata bukan milik Filsa sepenuhnya. Sebagian merupakan pinjaman dari rekan dan rentenir. ”Saat itu saya bukan hanya kembali ke titik nol, tapi malah ke titik minus karena punya banyak utang,” kenang Filsa. Sebelumnya, Filsa telah menebus cincin kawin yang pernah digadaikan. Karena tak punya uang sama sekali, Filsa pun harus menggadaikan lagi cincin tersebut. Ia pun mendapatkan uang Rp 1,8 juta waktu itu, buat bayar kontrakan rumah yang sudah nunggak, dan lain-lain. Sisanya Rp 100 ribu,” ujar Filsa. Pada waktu itu tetangganya yang punya usaha rempeyek kacang juga menutup usaha.Filsa justru punya ide untuk berjualan rempeyek. Filsa pun meminta diajarkan membuat rempeyek dari tetangganya itu. Dengan modal Rp100 ribu itulah, Filsa mulai membeli bahan-bahan membuat peyek lalu ia jual. Sayang, penjualannya tak seberapa, hanya cukup untuk membeli beras dan susu “Waktu saya coba jual ternyata susah. Pantas saja tetangga saya itu juga usahanya tak bertahan lama,” ungkapnya. Filsa pun mulai berpikir untuk inovasi rempeyek. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seseorang yang ia sapa dengan Koko Lim. memesan 10 pcs peyek yang satuan harganya hanya Rp2 ribu. Koko Lim ini pun kaget dan berkata, “Kapan kamu kayanya?” Filsa mengatakan bahwa ucapan Koko Lim sangat menampar hidupnya. Ia membuat peyek bisa sampai 100-200 pax per hari dalam waktu 25 jam. Koko Lim itu pun mengatakan jika membuat 25 jam sehari, maka dalam sebulan uang keuntungan berjualan ini hanya digunakan untuk berobat. Koko Lim mengajarkan Filsa untuk diferensiasi produknya. Filsa pun mulai memutar otak hingga terpikirlah kepiting karena Balikpapan terkenal dengan kepitingnya dan harga kepiting pun murah di sana. Filsa lantas memberikan tester peyek kepiting pada teman-temannya. Ternyata respons mereka positif dan mengatakan rasanya enak. “Efek bola salju berlaku,” katanya. Hingga akhirnya peyek kepiting jadi terkenal bahkan sampai dibina pemerintah daerah. Produk rempeyek kepiting buatan Filsa diberi merek Kampoeng Timoer berdasarkan daerah produksinya. Pada bulan pertama penjualan, Filsa meraup omzet Rp 300.000 dari usaha rempeyek kepiting. Kini, Filsa memproduksi 1.000 bungkus rempeyek kepiting per hari. Selain rasa original, dia juga menyediakan varian rasa pedas dan lada hitam. Selain produknya yang enak, Filsa juga sangat mementingkan pengemasan produk. “Packaging (pengemasan) adalah iklan satu detik yang mampu mengubah keputusan orang untuk membeli produk tersebut,” ujar Filsa. Dari modal awal 100 ribu itu sekarang Filsa sudah bisa meraup untung milyaran dari produk peyek kepiting Kampoeng Timoer. Kisah selengkapnya di channel youtube Christina Lie https://www.youtube.com/watch?v=4T2-tmvvi0s Share Tweet Share