You are here
Beranda > Media Umum > Masjid Jami’ Singaraja Saksi Bisu Toleransi Di Bali Sejak 1654M

Masjid Jami’ Singaraja Saksi Bisu Toleransi Di Bali Sejak 1654M


foto: wikimedia

MEDIAKAMU.com -

Masjid Agung Jami’ Singaraja adalah sebuah masjid bersejarah di Jalan Imam Bonjol, kelurahan Kampung Kajanan, Kabupaten Buleleng, Bali, Indonesia. Menurut candrasengkala yang pernah ditemukan, masjid ini didirkan pada tahun 1654 MasehI. Masjid ini menjadi kebanggaan masyarakat Singaraja, karena nilai sejarahnya yang menjadi saksi masuknya agama Islam di Bali. Sejarah masjid ini tak bisa dilepaskan dari peran Raja Buleleng A.A. Ngurah Ketut Jelantik Polong (putra A.A. Panji Sakti, raja Buleleng I) yang beragama Hindu.

Pintu kayu berukir warna hijau di gerbang masjid pada foto di atas merupakan pemberian sang raja ketika masjid tersebut pertama kali dibangun. Masjid Agung Jami’ Singaraja ini menjadi salah satu saksi bisu begitu indahnya toleransi beragama di Pulau Dewata sejak pertama kali Islam masuk ke Pulau Bali hingga sekarang.

foto : insanwisata.com

Masjid Agung Jami Singaraja hingga kini masih menyimpan Al-Quran kuno tulisan tangan A.A. Ngurah Ketut Jelantik Tjelagie.

foto : insanwisata.com

Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi yang menulis Al-Qur’an tersebut. Dinamakan Al-Qur’an Pusaka karena kitab ini diperkirakan telah ditulis pada 1820 pasca Perang Saudara. Keabsahan isinya telah dicek kebenarannya oleh Departemen Agama setempat. Minim sekali kekeliruan dalam penulisan.

Jika ditelisik, Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi merupakan keturunan ke VI dari anak Agung Panji Sakti yang dikenal juga sebagai Raja Buleleng/ pendiri Kota Singaraja. Ngurah Jelantik juga dikenal sebagai seorang mualaf ketika terjadi perang saudara yang kemudian mempertemukannya dengan Muhammad Yusuf Saleh yang diketahui sebagai seorang imam masjid pertama di Singaraja. Siapapun yang menimba ilmu pada Muhammad Yusuf Saleh, akan diwajibkan menulis Al-Qur’an sebagai ujian akhirnya. Hal serupa juga berlaku pada Ngurah Jelantik sekalu murid dari Yusuf Saleh.

Ngurah Jelantik sebagai seorang mualaf keturunan Raja Buleleng yang telah mengkhatamkan Al-Qur’an. Tulisan tangannya adalah kaligrafi yang memiliki nilai seni tinggi. Kertas yang digunakan adalah kertas yang didatangkan langsung dari Eropa. Bahan tintanya menggunakan bahan pewarna alami dari dedaunan lokal. Hiasannya adalah ornamen khas Bali.