You are here
Beranda > Media Umum > Cara Mendapatkan Surat Keterangan Tidak Bisa Di Vaksin

Cara Mendapatkan Surat Keterangan Tidak Bisa Di Vaksin


foto : shutterstock

MEDIAKAMU.com -

Program vaksin Covid-19 akan terus digencarkan di berbagai daerah, namun, untuk mendapatkan vaksin Covid-19 harus memenuhi syarat tertentu. Mereka yang punya komorbid atau penyakit bawaan tak bisa langsung mendapatkan vaksinasi Covid-19. Lalu bagaimana cara mengurus surat dokter bagi yang punya komorbid untuk bisa mendapatkan vaksin Covid-19.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung yang juga Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, surat keterangan dokter jika ada riwayat komorbid dapat diperoleh dari dokter spesialis yang merawat pasien tersebut. “Keterangan dari dokter spesialis yang merawatnya. Lalu bisa datang ke sentra vaksinasi, nanti dengan surat tersebut kan ada catatan memang tertunda vaksinasinya,” ujar Nadia

Meski diperbolehkan, tapi surat tersebut tetap harus diverifikasi oleh otoritas kesehatan terkait. “Surat dokter bisa digunakan tetapi harus diverifikasi melalui otoritas kesehatan di bandara/pelabuhan,” ungkap Nadia.

Juru bicara Satuan Tugas Covid-19 RS UNS, dr Tonang Dwi Ardyanto, menjelaskan, banyak penderita komorbid yang bisa mendapatkan vaksinasi, Tonang mengatakan, komorbid yang tidak dapat divaksinasi bergantung pada kondisi penyakit tersebut. “Bukan jenis penyakitnya yang menyebabkan dia tidak bisa divaksinasi, tetapi kondisi terkontrol tidaknya penyakit itu,” ujar Tonang di kutip dari Kompas.com, Selasa (7/9/2021). Ia menyebutkan, penyakit diabetes melitus, jantung, asma, pada prinsipnya dapat divaksinasi. “Kecuali kalau terbukti tidak terkontrol. Itu kuncinya. Diawali dari dapat dulu, kecuali terpaksa,” lanjut dia. Tonang mengungkapkan, ada cara untuk mengetahui apakah penyakit dari seorang pasien komorbid terkendali atau tidak.

Berikut caranya:

  1. Pasien itu sendiri Dengan terapi teratur dan disiplin, yang bersangkutan merasa kondisinya stabil, sangat jarang terjadi keluhan, tidak terjadi lonjakan kadar gula mendadak. Misalnya, HbA1c stabil setiap 3 bulanan, jarang sekali terjadi serangan asma, tensi stabil.
  2. Dokter yang merawat. Artinya, dokter tahu kronologi, sejak kapan pengobatan, bagaimana respons pasien, apakah disiplin menjalani terapi, dan lainnya. “Dari dua itu lah poin mengatakan terkontrol,” ujar Tonang.

sumber : kompas.com